Dari bumi, langit terlihat bagai
bentangan Samudera luas,
Namun awan-awan putih memberikan aksen
lembut padanya,
Birunya yang menentramkan tapi juga terlihat
sangat dinamis.
Aku ingat pada masa kecil,
Langit menjadi salah satu kanvas untukku
berimajinasi,
Aku memandang langit kala sore
menjelang,
Membayangkan banyak hal, lalu awan
merefleksikannya.
Hewan, bunga, sampai makhluk tak
berbentukpun bisa kulukiskan di langit,
Tanpa perlu crayon, putih yang
mewakilkan keluguan,
Maha karya imajiner telah tercipta di
langit,
Ah, aku ingat bagaimana aku tersenyum
kala itu,
Hal sederhana yg menjadi alasanku untuk
tersenyum.
Kini aku mencoba bermain bersama langit,
Hanya untuk menarik perasaan yg pernah
tercipta,
Kanvas itu masih sama...
lembut dan dinamis,
Yang berbeda....
hanya imajinasiku saja.
Mataku tak pernah lelah dimanjakan oleh
langit,
Yang seakan mengerti arti kegundahanku,
Langit tak menghakimiku atas apa yg
kurasakan,
Kala langit gelap pun ia tetap
menghiburku dengan jutaan bintang,
Hujan yg turun dari langit pun tetap
buatku terhanyut dalam buaian.
Langit kini bukan hanya kanvas untukku,
Tapi juga sebagai cermin,
Betapa rendahnya aku, betapa kecilnya aku
di hadapan Allah.
Langit yang tak akan pernah berubah,
Selalu menjadi alasan sederhana untukku
tersenyum.
Yogyakarta, 29 Maret 2016
©Dyah Ayu Pramoda Wardani(DAPW)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar