W E L C O M E

Enjoy the contents and feel free to leave comments ;)

Halaman

Sabtu, 23 April 2016

Bunuh Rasaku


Apa yang terjadi?
Kau menenggelamkannya, padahal ia masih bernapas,
Tidak!
Tepatnya, ia masih ingin bernapas.
Apa yang telah kau lakukan?

Bahkan mereka berteriak padamu
“dia masih bernapas! Hentikan!”
Tapi kau sama sekali tak mendengarkan.
Kau terus saja menenggelamkannya dengan raut wajahmu yang tak biasa itu.

Ada seringai dibibirmu,

Matamu terlihat begitu berkobar,
Tubuhmu mendidih.
Kurasakan itu...
Aku melihatnya...
Saat tanganmu terus mendorongnya lebih dalam lagi,
Agar ia semakin tenggelam hingga dasar keputus asaan.

Apakah itu kebencian?
Mengapa kau membencinya?
Apa yang salah?
Siapa yang salah?
Kau..
Ya... itu kau..
Orang yang merampas haknya untuk hidup di dalam hatimu.
Ya.. itu kau..
Kau lah satu-satunya orang yang pandai melakukannya.

Kau membunuh rasa-nya.
Kau mengatas namakan rasa karena membuatmu tak bisa menempatkan cinta sebanding dengan logika.
Baiklah.. itu hakmu..
Tapi sadarkah kau..
Yang telah kau lakukan itu menunjukan bahwa kau memang tak memiliki cinta bahkan logika.
Mungkin itu telah puaskan dahagamu,
Terhadap semua cinta yang telah membuat kepalamu terbakar.

Cintamu itu telah membekukan otak dan hatimu,
Sehingga kau tak mampu menggunakan pikiran dan perasaanmu untuk melihat apa yang ia rasa untukmu..
Logikamu..
Bukan kau tak bisa gunakan logikamu saat betemu dengannya.
Hanya saja kau sendiri yang membuatnya kacau dan berserakan kemana-mana.

Kau takut bila suatu hari rasa itu tak lagi sama.
Kau memilih membunuhnya.
Mengapa kau tak memilih untuk terus menabur bumbu cinta?
Agar rasa itu tetap sama atau bahkan akan terasa lebih gurih.

Kau telah tentukan pilihanmu.
Kau memilih hidup tanpanya,
Dengan cara menghancurkan rasanya dan rasamu.
Kau telah binasakan seluruh hatinya dan hatimu.

Terlihat jelas itu adalah egomu.
Yang kau pikirkan hanyalah sakitmu, lukamu, dan dukamu sendiri.
Bila kau merasa hancur setelah membunuhnya, tahukah kau?
Bahwa ia telah merasa lenyap, binasa, hampa, mati,
Dan seluruh serpihannya telah habis disapu oleh angin kenangan.

Dengan semua pilihanmu, ia pun menentukan pilihannya.
Ia tak akan ikut membunuh rasamu.
Ia memilih untuk mengalah, layu, mati,
Dan kebali hidup untuk rasa yang berbeda.


Palangkaraya, 23 Januari 2015
©Dyah Ayu Pramoda Wardani (DAPW)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar