Keunggulan dan Kelemahan Kurikulum
KTSP
A. Kelebihan
KTSP
KTSP
yang hendak diberlakukan Depertemen Pendidikan Nasional melalui Badan Standar
Nasional Pendidikan (BNSP) sesungguhnya dimaksudkan untuk mempertegas
pelaksanaan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK). Artinya, kurikulum baru yang
ini tetap memberikan tekanan pada pengembangan kompetensi siswa. Menurut Fasli
Jalal, pemberlakukan KTSP tidak akan melalui uji publik maupun uji coba, karena
kurikulum ini telah diujicobakan melalui KBK yang diterapkan ke beberapa
sekolah yang menjadi pilot project.
Fasli
juga berpendapat bahwa pemberlakuan Kurikulum 2006 tergantung analisis
Mendiknas. Namun, kurikulum ini hanya akan diterapkan di kelas 1 di semua
jenjang. Selain itu, hanya sekolah yang siap, yang menerapkan kurikulum baru
ini. Kesiapan sekolah ini ditandai dengan ketersediaan sarana dan prasarana,
pengalaman menerapkan KBK, dan rasio murid. Pengalaman menerapkan KBK dapat
menjadi bekal suatu sekolah untuk menerapkan kurikulum baru ini dan diharapkan
tahun 2009, semua sekolah telah menerapkan kurikulum ini.
Setiap
kurikulum yang diberlakukan di Indonesia memiliki kelebihan-kelebihan
masing-masing bergantung kepada situasi dan kondisi saat di mana kurikulum
tersebut diberlakukan. Menurut hemat penulis KTSP yang direncanakan dapat
diberlakukan secara menyeluruh di semua sekolah-sekolah di Indonesia pada tahun
2009 itu juga memiliki beberapa kelebihan jika dibanding dengan kurikulum
sebelumnya, terutama kurikulum 2004 atau KBK. Kelebihan-kelebihan KTSP ini
antara lain:
1. Mendorong
terwujudnya otonomi sekolah dalam penyelenggaraan pendidikan.
Tidak
dapat dipungkiri bahwa salah satu bentuk kegagalan pelaksanaan kurikulum di
masa lalu adalah adanya penyeragaman kurikulum di seluruh Indonesia, tidak
melihat kepada situasi riil di lapangan, dan kurang menghargai potensi
keunggulan lokal. Dengan adanya penyeragaman ini, sekolah di kota sama dengan
sekolah di daerah pinggiran maupun di daerah pedesaan. Penyeragaman kurikulum
ini juga berimplikasi pada beberapa kenyataan bahwa sekolah di daerah pertanian
sama dengan sekolah yang daerah pesisir pantai, sekolah di daerah industri sama
dengan di wilayah pariwisata. Oleh karenanya, kurikulum tersebut menjadi kurang
operasional, sehingga tidak memberikan kompetensi yang cukup bagi peserta didik
untuk mengembangkan diri dan keunggulankhas yang ada di daerahnya. Sebagai
implikasi dari penyeragaman ini akibatnya para lulusan tidak memiliki daya
kompetitif di dunia kerja dan berimplikasi pula terhadap meningkatnya angka
pengangguran. Untuk itulah kehadiran KTSP diharapkan dapat memberikan jawaban
yang konkrit terhadap mutu dunia pendidikan di Indonesia.
Dengan
semangat otonomi itu, sekolah bersama dengan komite sekolah dapat secara
bersama-sama merumuskan kurikulum yang sesuai dengan kebutuhan, situasi, dan
kondisi lingkungan sekolah. Sebagai sesuatu yang baru, sekolah mungkin
mengalami kesulitan dalam penyusunan KTSP. Oleh karena itu, jika diperlukan,
sekolah dapat berkonsultasi baik secara vertikal maupun secara horizontal.
Secara vertikal, sekolah dapat berkonsultasi dengan Dinas Pendidikan Daerah
Kabupaten atau Kota, Dinas Pendidikan Provinsi, Lembaga Penjamin Mutu
Pendidikan (LPMP) Provinsi, dan Departemen Pendidikan Nasional. Sedangkan
secara horizontal, sekolah dapat bermitra dengan stakeholder pendidikan dalam
merumuskan KTSP. Misalnya, dunia industri, kerajinan, pariwisata, petani,
nelayan, organisasi profesi, dan sebagainya agar kurikulum yang dibuat oleh
sekolah benar-benar mampu menjawab kebutuhan di daerah di mana sekolah tersebut
berada.
2. Mendorong para guru, kepala sekolah, dan pihak
manajemen sekolah untuk semakin meningkatkan kreativitasnya dalam
penyelenggaraan program-program pendidikan.
Dengan
berpijak pada panduan kurikulum tingkat satuan pendidikan dasar dan menengah
yang dibuat oleh BNSP, sekolah diberi keleluasaan untuk merancang,
mengembangkan, dan mengimplementasikan kurikulum sekolah sesuai dengan situasi,
kondisi, dan potensi keunggulan lokal yang bisa dimunculkan oleh sekolah.
Sekolah bisa mengembangkan standar yang lebih tinggi dari standar isi dan standar
kompetensi lulusan.
Sebagaimana
diketahui, prinsip pengembangan KTSP adalah
a.
Berpusat pada potensi, perkembangan,
kebutuhan, dan kepentingan peserta didik dan lingkungannya;
b.
Beragam dan terpadu;
c.
Tanggap terhadap perkembangan ilmu
pengetahuan, teknologi, dan seni;
d.
Relevan dengan kebutuhan kehidupan;
e.
Menyeluruh dan berkesinambungan;
f.
Belajar sepanjang hayat;
g.
Dan seimbang antara kepentingan nasional
dan kepentingan daerah.
Berdasarkan
prinsip-prinsip ini, KTSP sangat relevan dengan konsep desentralisasi
pendidikan sejalan dengan pelaksanaan otonomi daerah dan konsep manajemen
berbasis sekolah (MBS) yang mencakup otonomi sekolah di dalamnya. Pemerintah
daerah dapat lebih leluasa berimprovisasi dalam meningkatkan kualitas
pendidikan. Di samping itu, sekolah bersama komite sekolah diberi otonomi
menyusun kurikulum sendiri sesuai dengan kebutuhan di lapangan.
3. KTSP sangat memungkinkan bagi setiap sekolah
untuk menitikberatkan dan mengembangkan mata pelajaran tertentu yang akseptabel
bagi kebutuhan siswa.
Sesuai
dengan kebijakan Departemen Pendidikan Nasional yang tertuang dalam Peraturan
Mendiknas No. 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi (SI) dan Peraturan Mendiknas
No. 23 tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan (SKL), sekolah diwajibkan
menyusun kurikulumnya sendiri. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) itu
memungkinkan sekolah menitikberatkan pada mata pelajaran tertentu yang dianggap
paling dibutuhkan siswanya. Sebagai contoh misalnya, sekolah yang berada dalam
kawasan pariwisata dapat lebih memfokuskan pada mata pelajaran bahasa Inggris
atau mata pelajaran di bidang kepariwisataan lainnya.
Sekolah-sekolah
tersebut tidak hanya menjadikan materi bahasa Inggris dan kepariwisataan
sebagai mata pelajaran saja, tetapi lebih dari itu menjadikan mata pelajaran
tersebut sebagai sebuah ketrampilan. Sehingga kelak jika peserta didik di
lingkungan ini telah menyelesaikan studinya bila mereka tidak berkeinginan
untuk melanjutkan studinya ke jenjang perguruan tinggi mereka dapat langsung
bekerja menerapkan ilmu dan ketrampilan yang telah diperoleh di bangku sekolah.
KTSP
ini sesungguhnya lebih mudah, karena guru diberi kebebasan untuk mengembangkan
kompetensi siswanya sesuai dengan lingkungan dan kultur daerahnya. KTSP juga
tidak mengatur secara rinci kegiatan belajar mengajar (KBM) di kelas, tetapi
guru dan sekolah diberi keleluasaan untuk mengembangkannya sendiri sesuai
dengan kondisi murid dan daerahnya. Di samping itu yang harus digarisbawahi
adalah bahwa yang akan dikeluarkan oleh BNSP tersebut bukanlah kurikulum tetapi
tepatnya Pedoman Penyusunan Kurikulum 2006.
4. KTSP akan mengurangi beban belajar siswa yang
sangat padat dan memberatkan kurang lebih 20%.
Dengan
diberlakukannya KTSP itu nantinya akan dapat mengurangi beban belajar sebanyak
20% karena KTSP tersebut lebih sederhana. Di samping jam pelajaran akan
dikurangi antara 100-200 jam per tahun, bahan ajar yang dianggap memberatkan
siswa pun akan dikurangi. Meskipun terdapat pengurangan jam pelajaran dan bahan
ajar, KTSP tetap memberikan tekanan pada pengembangan kompetensi siswa.
Pengurangan
jam belajar siswa tersebut merupakan rekomendasi dari BNSP. Rekomendasi ini
dapat dikatakan cukup unik, karena selama bertahun-tahun beban belajar siswa
tidak mengalami perubahan, dan biasanya yang berubah adalah metode pengajaran
dan buku pelajaran semata. Jam pelajaran yang biasa diterapkan kepada siswa sebelunya
berkisar antara 1.000-1.200 jam pelajaran dalam setahun. Jika biasanya satu jam
pelajaran untuk siswa SD, SMP dan SMA adalah 45 menit, maka rekomendasi BNSP
ini mengusulkan pengurangan untuk SD menjadi 35 menit setiap jm pelajaran,
untuk SMP menjadi 40 menit, dan untuk SMA tidak berubah, yakni tetap 45 menit
setiap jam pelajaran. Total 1.000 jam pelajaran dalam satu tahun ini dengan
asumsi setahun terdapat 36-40 minggu efektif kegiatan belajar mengajar.dan
dalam seminggu tersebut meliputi 36-38 jam pelajaran.
Alasan
diadakannya pengurangan jam pelajaran ini karena menurut pakar-pakar pendidikan
anak bahwa jam pelajaran di sekolah-sekolah selama ini terlalu banyak. Apalagi
kegiatan belajar mengajar masih banyak yang terpaku pada kegiatan tatap muka di
kelas. Sehingga suasana yang tercipta pun menjadi terkesan sangat formal.
Dampak yang mungkin tidak terlalu disadari adalah siswa terlalu terbebani
dengan jam pelajaran tersebut. Akibat lebih jauh lagi adalah mempengaruhi
perkembangan jiwa anak.
Persoalan
ini lebih dirasakan untuk siswa SD dan SMP. Dalam usia yang masih anak-anak,
mereka membutuhkan waktu bermain yang cukup untuk mengembangkan kepribadiannya.
Suasana formal yang diciptakan sekolah, ditambah lagi standar jam pelajaran
yang relatif lama, tentu akan memberikan dampak tersendiri pada psikologis
anak. Banyak pakar yang menilai sekolah selama ini telah merampas hak anak
untuk mengembangkan kepribadian secara alami.
Inilah
yang menjadi dasar pemikiran bahwa jam pelajaran untuk siswa perlu dikurangi.
Meski demikian, perngurangan itu tidak dilakukan secara ekstrim dengan
memangkas sekian jam frekwensi siswa berhubungan dengan mata pelajaran di
kelas. Melainkan memotong sedikit, atau menghilangkan titik kejenuhan siswa
terhadap mata pelajaran dalam sehari akibat terlalu lama berkutat dengan
pelajaran itu.
Dapat
dikatakan bahwa perberlakuan KTSP ini sebagai upaya perbaikan secara
kontinuitif. Sebagai contoh, kurikulum 1994 dapat dinilai sebagai kurikulum
yang berat dalam penerapannya. Ketika diberlakukan Kurikulum 1994 banyak
sekolah yang terlalu bersemangat ingin meningkatkan kompetensi iptek siswa,
sehingga muatan iptek pun dibesarkan. Tetapi yang patut disayangkan adalah SDM
yang tersedia belum siap, sehingga hasilnya hanya sekitar 30% siswa yang mampu
menerapkan kurikulum tersebut.
5. KTSP memberikan peluang yang lebih luas kepada
sekolah-sekolah plus untuk mengembangkan kurikulum yang sesuai dengan
kebutuhan.
Pola kurikulum baru (KTSP) akan memberi
angin segar pada sekolah-sekolah yang menyebut dirinya nasional plus.
Sekolah-sekolah swasta yang kini marak bermunculan itu sejak beberapa tahun
terakhir telah mengembangkan variasi atas kurikulum yang ditetapkan pemerintah.
Sehingga ketika pemerintah kemudian justru mewajibkan adanya pengayaan dari
masing-masing sekolah, sekolah-sekolah plus itu jelas akan menyambut gembira.
Kehadiran KTSP ini bisa jadi merupakan
kabar baik bagi sekolah-sekolah plus. Sebagian sekolah-sekolah plus tersebut
ada yang khawatir ditegur karena memakai bilingual atau memakai istilah
kurikulum yang bermacam-macam seperti yang ada sekarang. Sekarang semua bentuk
improvisasi dibebaskan asal tidak keluar panduan yang telah ditetapkan dalam
KTSP.
Sebagai contoh, Sekolah High Scope
Indonesia, sebelumnya sejak awal berdiri pada 1990 telah menggunakan kombinasi
kurikulum Indonesia dengan Amerika Serikat (AS). Kendati mendapat lisensi dari
AS, namun pihaknya tetap mematuhi kurikulum pemerintah. Caranya dengan mematuhi
batas minimal, namun secara optimal memberikan penekanan pada aspek-aspek
tertentu yang tidak diatur oleh kurikulum. Misalnya tetap memberikan materi
Bahasa Indonesia, namun menggunakan bahasa Inggris sebagai bahasa pengantar
utama.
B. Kelemahan
KTSP
Setiap kurikulum yang diberlakukan di
Indonesia di samping memiliki kelebihan-kelebihan juga memiliki
kelemahan-kelamahannya. Sebagai konsekuansi logis dari penerapan KTSP ini
setidak-tidaknya menurut penulis terdapat beberapa kelemahan-kelamahan dalam
KTSP maupun penerapannya, di antaranya adalah sebagai berikut:
1. Kurangnya SDM yang diharapkan mampu menjabarkan
KTSP pada kebanyakan satuan pendidikan yang ada.
Pola penerapan KTSP atau kurikulum 2006
terbentur pada masih minimnya kualitas guru dan sekolah. Sebagian besar guru
belum bisa diharapkan memberikan kontribusi pemikiran dan ide-ide kreatif untuk
menjabarkan panduan kurikulum itu (KTSP), baik di atas kertas maupun di depan
kelas. Selain disebabkan oleh rendahnya kualifikasi, juga disebabkan pola
kurikulum lama yang terlanjur mengekang kreativitas guru.
2. Kurangnya ketersediaan sarana dan prasarana
pendukung sebagai kelengkapan dari pelaksanaan KTSP.
Ketersediaan sarana dan prasarana yang
lengkap dan representatif merupakan salah satu syarat yang paling urgen bagi
pelaksanaan KTSP. Sementara kondisi di lapangan menunjukkan masih banyak satuan
pendidikan yang minim alat peraga, laboratorium serta fasilitas penunjang yang
menjadi syarat utama pemberlakuan KTSP.
3. Masih banyak guru yang belum memahami KTSP
secara komprehensif baik konsepnya, penyusunannya maupun prakteknya di
lapangan.
Masih rendahnya kuantitas guru yang
diharapkan mampu memahami dan menguasai KTSP dapat disebabkan karena
pelaksanaan sosialisasi masih belum terlaksana secara menyeluruh. Jika tahapan
sosialisasi tidak dapat tercapai secara menyeluruh, maka pemberlakuan KTSP
secara nasional yang targetnya hendak dicapai paling lambat tahun 2009 tidak
memungkinkan untuk dapat dicapai.
4. Penerapan KTSP yang merekomendasikan
pengurangan jam pelajaran akan berdampak berkurang pendapatan para guru.
Penerapan Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan (KTSP) akan menambah persoalan di dunia pendidikan. Selain
menghadapi ketidaksiapan sekolah berganti kurikulum, KTSP juga mengancam
pendapatan para guru. Sebagaimana diketahui rekomendasi BSNP terkait pemberlakuan
KTSP tersebut berimplikasi pada pengurangan jumlah jam mengajar. Hal ini
berdampak pada berkurangnya jumlah jam mengajar para guru. Akibatnya, guru
terancam tidak memperoleh tunjangan profesi dan fungsional.
Untuk memperoleh tunjangan profesi dan
fungsional semua guru harus mengajar 24 jam, jika jamnya dikurangi maka tidak
akan bisa memperoleh tunjangan. Sebagai contoh, pelajaran Sosiologi untuk kelas
1 SMA atau kelas 10 mendapat dua jam pelajaran di KTSP maupun kurikulum
sebelumnya. Sedangkan di kelas 2 SMA atau kelas 11 IPS, Sosiologi diajarkan
selama lima jam pelajaran di kurikulum lama. Namun di KTSP Sosiologi hanya
mendapat jatah tiga jam pelajaran. Hal yang sama terjadi di kelas 3 IPS. Pada
kurikulum lama, pelajaran Sosiologi diajarkan untuk empat jam pelajaran tapi
pada KTSP menjadi tiga jam pelajaran. Sementara itu masih banyak guru yang
belum mengetahui tentang ketentuan baru kurikulum ini. Jika KTSP telah
benar-benar diberlakukan, para guru sulit memenuhi ketentuan 24 jam mengajar
agar bisa memperoleh tunjangan.
Beberapa faktor kelemahan di atas harus
menjadi perhatian bagi pemerintah agar pemberlakuan KTSP tidak hanya akan
menambah daftar persoalan-persoalan yang dihadapi dalam dunia pendidikan kita.
Jika tidak, maka pemberlakuan KTSP hanya akan menambah daftar makin carut
marutnya pendidikan di Indonesia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar